oleh

Rumah Singa Ngenuh Dijadikan Cagar Budaya

MUARA TEWEH – Keberadaan Singa Ngenuh yang merupakan Tokoh Masyarakat Suku Dayak Taboyan, Tawoyan, dan atau Tewoyan, ternyata menjadi sejarah tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Barito Utara (Barut).

Sebabnya, masyarakat melalui Pemkab Barut berupaya mengenang ketokohan Singa Ngenuh yang memiliki kharisma dengan menjadikan Rumah Singa Ngenuh sebagai Cagar Budaya, di Desa Ketapang, Kecamatan Gunung Timang, Barut.

Bupati Barut H Nadalsyah ketika meresmikan Rumah Singa Ngenuh yang baru, sekaligus menjadikannya sebagai Cagar Budaya, Minggu (24/11/2019), mengatakan, pemindahan rumah leluhur Singa Ngenuh dilakukan karena rumah sebelumnya sudah tidak layak akibat termakan usia.

Baca Juga :  Perangkat Daerah Pemkab Gumas Optimalkan Potensi PAD

Karena itu, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, dinas terkait, para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama mengadakan prosesi peresmian dan pemindahan Rumah Singa Ngenuh.

“Dengan dipindahnya Rumah Leluhur Singa Ngenuh ini, diharapkan dapat menjadi Cagar Budaya serta sebagai salah satu destinasi wisata berbasis budaya di Barito Utara,” tuturnya.

Baca Juga :  Kompleks Sosial Mendawai Membara

Karena itu Bupati menginginkan, peran dari seluruh elemen diperlukan hingga nantinya dapat mewujudkan Situs Rumah Singa Ngenuh sebagai destinasi wisata yang dikelola dengan baik dan dapat dikenal secara luas.

Untuk diketahui, Suku Dayak Taboyan merupakan salah satu penduduk asli Barito yang ada di Kalteng khususnya di Barut, atau tepatnya di Kecamatan Gunung Timang, Teweh Timur, dan Gunung Purei.

Baca Juga :  Nuryakin : PWRI Mitra Pemerintah dalam Menggerakkan Pembangunan

Bahkan hingga saat ini, masih ada leluhur dan keturunannya yang bermukim di luar Barut berdasarkan aliran sungai, atau daerah lainnya seiring dengan perkembangan zaman.

Sedangkan Sungai Setalar, sekarang lebih dikenal dengan nama Sungai Montallat, yang di sepanjang alirannya terdapat banyak desa. Desa dimaksud, seperti Desa Tongka, Siwau, Sangkorang, Pelari, Jaman, Payang Ara, Kandui, Majangkan, Baliti, Walur, Ketapang, Rarawa, dan Malungai. (red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA