PALANGKA RAYA – Masyarakat terus diingatkan untuk mewaspadai peredaran uang palsu (upal), terutama saat melakukan transaksi jual beli. Adanya peredaran upal ini, berdasarkan hasil temuan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalteng dalam tahun 2019 lalu.
“Sepanjang tahun 2019 lalu, terdapat 73 bilyet uang palsu yang ditemukan di provinsi ini. Jumlah ini sedikit menurun dibandingkan dengan temuan pada tahun 2018, yakni 74 bilyet upal,” ungkap Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Kalteng Dery Ika Puspitosari kepada wartawan di Palangka Raya, Jumat (10/1/2020).

Dipaparkan, temuan 73 bilyet upal di tahun 2019, terdiri atas pecahan Rp100 ribu sebanyak 57 bilyet, Rp50 ribu 12 bilyet, Rp20 ribu tiga bilyet, dan Rp5 ribu satu bilyet.
“Karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk waspada terhadap peredaran uang palsu ini,” kata Dery didampingi Kepala Unit Pengelolaan Uang Rupiah (PUR) Muttaqim, Kepala Unit Pengawasan Sistem Pembayaran PUR dan Keuangan Inklusif Sudiro, serta Analis Perwakilan BI Provinsi Kalteng Yudo Herlambang dan Farid.
Pada kesempatan itu, Dery juga mengungkapkan cara membedakan uang asli dan uang palsu yang bisa dilakukan oleh masyarakat.
Pertama, uang asli memiliki benang plastik yang tertanam di dalamnya. Benang plastik itu menyatu dengan uang kertasnya. Selain itu, uang asli dipastikan memiliki watermark alias tanda air berbentuk wajah pahlawan. Tanda air itu hanya bisa dilihat saat uang diterawang, karena dibentuk dari gabungan antara permukaan uang yang tebal dan tipis.
Ada pula tanda tuna netra yang unik. Bentuknya timbul dan hanya bisa dibuat dengan cat tertentu bukan tinta, dan sulit ditiru. Kemudian, ada rectoverso (cetakan dua arah). Kalau diterawang akan persis logo BI-nya, yang putus apabila hanya dilihat satu sisi. Tapi kalau diterawang, akan tersambung.
Yang terakhir, uang asli apabila disinari lampu ultraviolet dari bawah, ada permukaan yang berpendar mulai dari angka seri hingga beberapa unsur lainnya.(red)