PADA tahun 2021, penerimaan pemerintah mampu melebihi target. Pengeluaran pemerintah telah terkelola dengan baik dan pembiayaan anggaran juga telah dikelola dengan sangat efisien. Ini tercermin dari proyeksi defisit anggaran pemerintah sebesar 4,65% dari PDB, atau lebih rendah dari defisit tahun 2020 sebesar 6,14%.
Dirjen Kemenkeu Hadianto dalam webinar, Senin (14/3), tentang peran Ditjen Kemenkeu dalam percepatan pemulihan ekonomi dan reformasi struktural di Jakarta mengatakan, pada tahun 2022, APBN diharapkan dapat mendukung pemulihan ekonomi dan mendukung reformasi struktural, seperti:
1) Tetap mengendalikan Covid-19,
2) Menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial,
3) Meningkatkan sumber daya manusia,
4) Melanjutkan pengembangan infrastruktur teknologi,
5) Meningkatkan kualitas desentralisasi fiskal, dan
6) Melanjutkan reformasi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (16/8), menyampaikan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berperan penting dalam melindungi keselamatan publik sekaligus mendorong pemulihan ekonomi.
Pemerintah mengusung “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural” sebagai tema Kebijakan Fiskal 2022. Reformasi struktural menjadi kunci pemulihan dan percepatan pertumbuhan ekonomi pascapandemi karena Indonesia tidak hanya harus tumbuh, tetapi tumbuh cepat dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, Presiden menyampaikan bahwa APBN tahun 2022 harus antisipatif, harus responsif, dan fleksibel menanggapi keraguan, namun tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian. “APBN berperan sentral untuk melindungi keselamatan masyarakat sekaligus sebagai motor pengungkit pemulihan ekonomi,” ujar Presiden.
Presiden menjelaskan, sejak awal pandemi, APBN telah digunakan sebagai perangkat kontra-siklus, ruang keseimbangan rem dan gas, mengedalikan penyebaran Covid-19, melindungi masyarakat yang rentan dan sekaligus mendorong kelangsungan dunia usaha. Mesin pertumbuhan yang sempat terhenti di awal pandemi sudah mulai lagi. Terlihat pada triwulan II 2021 yang tumbuh sebesar 7,07% dan tingkat inflasi yang terkendali sebesar 1,52%.
Presiden mengatakan bahwa pejabat ini perlu tetap pada jalurnya dan reformasi struktural perlu lebih diperkuat. UU Cipta Kerja, Badan Pengelola Investasi dan Online Single Filing System (OSS) berbasis risiko merupakan kemajuan yang berimplikasi tidak hanya pada peningkatan produktivitas, investasi dan daya saing ekspor, tetapi juga pada penciptaan lapangan kerja berkualitas dalam pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan strategi tersebut, pemerintah menetapkan tema kebijakan fiskal tahun 2022 yaitu “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”.
Peningkatan sosial ekonomi tersebut akan semakin diperkuat sebagai basis penguatan guna mendukung pelaksanaan reformasi struktural secara optimal. “Reformasi struktural sangat penting untuk pemulihan pascapandemi dan percepatan pertumbuhan ekonomi karena Indonesia tidak hanya perlu tumbuh, tetapi tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan,” kata Presiden.
Untuk itu produktivitas harus ditingkatkan. Produktivitas dapat meningkat ketika kualitas sumber daya manusia ditingkatkan dan diberdayakan melalui konektivitas yang lebih merata, percepatan pembangunan infrastruktur, termasuk infrastruktur digital, energi, dan pangan, untuk mendorong industrialisasi, serta dukungan ekosistem hukum dan stabilitas untuk kepentingan bisnis. Selain itu, asumsi indikator ekonomi makro yang akan digunakan pada tahun 2022 adalah berdasarkan kebijakan reformasi struktural dan mempertimbangkan dinamika pandemi Covid-19 di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 5,0% hingga 5,5%. Pemerintah akan melakukan yang terbaik untuk menjaga target pertumbuhan hingga batas atas, yaitu H 5,5% untuk dicapai.
Namun, Presiden mengingatkan kita untuk tetap waspada karena perkembangan Covid-19 masih sangat dinamis. Semua sumber daya, analisis ilmiah, dan pendapat ahli digunakan untuk melawan pandemi Covid-19. Dengan demikian, pemulihan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dapat dipertahankan serta terus dipercepat dan diperkuat. Tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut juga menunjukkan prospek pemulihan yang cukup kuat, ditopang oleh pertumbuhan investasi dan ekspor setelah implementasi reformasi struktural. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan karena ketidakpastian global dan domestik dapat berkontribusi pada risiko pertumbuhan ekonomi ke depan. Inflasi akan tetap berada di level 3%, mencerminkan peningkatan permintaan yang didorong baik oleh pemulihan ekonomi maupun membaiknya daya beli masyarakat.
Presiden juga memberikan perkiraan bahwa rupiah harus berada di kisaran Rp14.350 per USD dan tingkat suku bunga obligasi pemerintah 10 tahun diperkirakan sekitar 6,82%, yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia dan mencerminkan dampak pasar global yang dinamis. “Pada tahun 2022, pemerintah akan menempuh kebijakan fiskal yang tetap ekspansif untuk membantu percepatan pemulihan sosial ekonomi, namun juga konsolidasi untuk memperbaiki keuangan pemerintah melalui peningkatan reformasi struktural,” ujar Presiden.
Presiden menyampaikan enam poin kunci kebijakan APBN 2022. Pertama, melanjutkan upaya pengendalian Covid-19 dengan tetap mengutamakan sektor kesehatan. Kedua, Menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan. Ketiga, Memperkuat agenda peningkatan sumber daya manusia melalui keunggulan, integritas dan daya saing. Keempat, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan peningkatan kemampuan beradaptasi teknologi. Kelima, memperkuat desentralisasi fiskal untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan di seluruh daerah. Keenam, reformasi fiskal dilaksanakan dengan memperkenalkan zero-based budgeting untuk mendorong belanja yang lebih efisien, memperkuat sinergi pusat dan daerah, fokus pada program prioritas dan membangun hasil serta mengantisipasi ketidakpastian. (**)
*) Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangka Raya
Komentar