SAMPIT, inikalteng.com – PT Sinar Cinta Cemerlang (SCC) yang berlokasi di Kecamatan Cempaga Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Kalimantan Tengah dengan tegas menyatakan menolak pola kemitraan (plasma) dengan Koperasi “Itah Epat Hapakat” yang beranggotakan warga Desa Parit Kabupaten Kotim.
Penolakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD Kotim di Sampit, Selasa (6/8/2024).
Ketua Komisi II DPRD Kotim Juliansyah yang memimpin rapat ini mengatakan, RDP yang digelar ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat anggota Koperasi Itah Epat Hapakat yang beberapa waktu lalu telah melakukan perjanjian dengan PT SCC bahwa akan menjalin pola kemitraan atas lahan seluas 643,84 hektar, namun sampai saat ini belum terealisasi.
Maka dari itu DPRD Kotim ketika menerima laporan masyarakat langsung ditindaklanjuti dengan menggelar RDP dengan mengundang kedua belah pihak untuk duduk bersama.
“Kita juga mengundang Pemkab Kotim dan pihak kepolisian dalam RDP ini guna mencari solusi. Pasalnya masalah ini sudah cukup lama dan belum ada kejelasannya,” tukas Juliansyah.
Agus Suryantara, anggota Komisi II DPRD Kotim pada kesempatan tersebut meminta kepada pihak PT SCC bahwa yang hadir pada RDP hari ini adalah perwakilan perusahaan yang bisa mempertanggungjawabkan apa yang dibahas hari ini. “Saya minta pihak perusahaan yang hadir adalah bisa mengambil keputusan dan bisa bertanggung jawab. Karena ini bukan main-main, sebab ada hak-hak masyarakat di lahan yang mereka kuasai itu. Terlebih sebelumnya mereka sudah pernah berjanji mau menjalin pola kemitraan,” ujar Agus.
Menanggapi hal itu pihak perusahaan Warman Wiguna mengatakan, dirinya dipercaya managemen perusahaan untuk mewakili pimpinan guna memberikan klafikasi atas tuntutan masyarakat atau pihak Koperasi Itah Epat Hapakat dan nanti akan disampaikan ke pimpinan.
Dawel selaku perwakilan pihak koperasi mengatakan, pada 21 Mei 2023 telah ada perjanjian yang dijembatani oleh Kapolres Kotim saat itu. Di mana pihak perusahaan bersedia menjalin pola kemitraan dan merealisasikannya.
“Seharusnya saat ini plasma itu sudah terealisasi, namun sampai saat ini justru PT SCC menolak berdasarkan hasil tim yang diturunkan oleh Pemkab Kotim,” ujar Dawel.
Dikatakan, PT SCC juga sudah mengakui kepemilikan lahan itu memang milik masyarakat atau Koperasi Itah Epat Hapakat sejak tahun 2015 hingga 2022 dengan memberikan kompensasi kepada koperasi setiap buhan sebesar Rp50.000 dikali luasan lahan 643,84 Ha, tapi dalam dua tahun ini tidak pernah dibayar oleh PT SCC. “Kami hanya mempertanyakan kembali hak kami,” tukasnya.
Anggota Komisi II DPRD Kotim lainnya, Ary Dewan, mengaku sangat prihatin bahkan kecewa dengan PT SCC dan juga pemerintah daerah yang pada saat itu pernah menurunkan tim hingga membuat kesimpulan sendiri dengan mengatakan pola kemitraan tidak bisa dilakukan, sementara lahan yang dikuasai oleh PT SCC itu jelas legalitasnya yakni memiliki sertifikat.
“Saya benar-benar kecewa dengan Pemkab Kotim, tidak ada keadilan. Maka dari itu, saya tegaskan kepada pimpinan rapat supaya nantinya memberikan rekomendasi bahwa lahan seluas 643,84 hektar itu tidak boleh ada aktifitas dari siapapun terutama PT SCC, sehingga tidak menimbulkan konflik,” kata Ary Dewar.
Penulis : Emi
Editor : Ardi
Komentar