oleh

Penegakan Perda Plasma Kotim Belum Maksimal

SAMPIT – Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) M Abadi, menyayangkan Peraturan Daerah (Perda) Kotim Nomor 5 Tahun 2011 terkait pola kemitraan, saat ini belum diterapkan secara maksimal di Kotim.

“Kita bicara fakta saja. Saat ini masih marak tuntutan masyarakat dalam hal pola kemitraan. Padahal sudah jelas Perda tersebut dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Dalam Permentan itu secara tegas disebutkan bahwa perusahaan diwajibkan untuk menyediakan lahan seluas 20 persen untuk kemitraan dari luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) setiap perusahaan perkebunan,” ungkap Abadi di Sampit, Kamis (26/11/2020).

Menurutnya, Permentan Nomor 26 Tahun 2007 tersebut, dianggap multitafsir. Sebab, tidak ada ketegasan soal penyediaan lahan plasma. sehingga perlu ada aturan pendukung untuk mempertegas hal tersebut. “Sehingga salah satunya melalui Perda Plasma, Permentan Nomor 26 Tahun 2007 yang diperbaharui menjadi Permentan Nomor 98 Tahun 2013 menekankan, bahwa sejak Februari 2007, apabila terjadi pembangunan kebun kelapa sawit, perusahaan inti wajib untuk membangun kebun masyarakat di sekitarnya, di mana areal lahan diperoleh atau membangun kebun dari lahan masyarakat yang ada di sekitarnya,” ungkap Abadi.

Baca Juga :  PDAM Perlu Mempercepat Pelaksanaan Pipanisasi

Abadi juga mengingatkan, bahwa selain aturan itu akan dijadikan landasan hukum dari Perda Plasma, juga ada Undang-Undang (UU ) Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Permentan 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan Permen Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi. Secara keseluruhan aturan itu menegaskan berkaitan pola kemitraan.

Baca Juga :  Pemkab Kotim Diminta Inventarisir Seluruh Aset Daerah

 “Bahkan Permen Kehutanan Tahun 2011 mengamanatkan 20 persen wajib membangun Kebun Kemitraan berdasarkan luasan perizinan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan dua peraturan tersebut, berarti sejak tahun 2007 hingga yang saat ini, masih dalam proses. Jika masih menyangkut Perizinan Pelepasan Kawasan, maka hak masyarakat ada di dalamnya. Inilah yang saat ini belum terealisasi oleh perusahaan. Lalu kemudian keluar lagi peraturan baru oleh Presiden di tahun 2017,” bebernya.

Baca Juga :  Jelang 2021, Masyarakat Diingatkan Tingkatkan Prokes

Politisi PKB Kotim ini juga menyebutkan, pemerintah dalam hal ini telah mencantumkan ketentuan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dalam UU Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014. Ketentuan itu mewajibkan perusahaan mengikuti standar pembangunan kebun kelapa sawit secara berkelanjutan dengan mengikuti ketentuan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia.

“Jadi pada dasarnya, perusahaan perkebunan wajib memperhatikan faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan. di mana salah satunya membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Untuk hal ini, pemerintah daerah, kami rasa wajib mengawal Perda Plasma supaya membawa kesejahteraan bagi masyarakat, dan investasi di Kotim bisa berjalan lancar dan tertib,” jelas Abadi.(red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA