PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Dituding hingga dilaporkan menggunakan ijazah palsu saat mencalonkan diri sebagai Kepala Desa (Kades) Batu Badinding, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan, Matnoor membeberkan beberapa bukti untuk mengklarifikasi pernyataan kompetitornya saat pencalonan kades yakni Karmen.
Wikarya F Dirun selaku kuasa hukum Matnoor mengatakan, pelaporan kompetitor kliennya ke Polda Kalteng itu dapat terbantahkan dengan beberapa bukti yang dipegangnya.
Dijelaskan, waktu dilahirkan sampai tamat SD, awalnya Matnoor bernama Matsali di tahun ajaran 1995/1996. Namun setelah tamat SD, kliennya sering mengalami sakit-sakitan. Sehingga oleh orangtuanya nama Matsali diganti menjadi Matnoor. Nama baru itulah yang kemudian digunakan untuk mengikuti Paket B dan Paket C.
Diakuinya, saat pencalonan sebagai kades, ijazah SD milik kliennya hilang. Akan tetapi ia datang ke sekolah asal dengan tujuan minta surat keterangan tanda lulus. Selanjutnya oleh pihak sekolah dibuatkan surat keterangan hilang ijazah karena banjir.
“Jadi ketika mendatangi ke sekolah, dibuatkan surat kehilangan karena banjir,” kata Wikarya didampingi rekannya Zulhaidir dan Kades Batu Badinding Matnoor kepada awak media, di Palangka Raya, Minggu (28/1/2024).
Selanjutnya, sambung Wikarya, surat keterangan hilang tersebut oleh pihak sekolah dikatakan terdapat kesalahan. Sehingga dibuatlah surat keterangan bahwa ada kesalahan penulisan. Sehingga dua berkas surat keterangan itu yang diajukan untuk maju dalam Pilkades Batu Badinding.
”Pada saat itu, Panitia Pilkades meminta agar membuatkan surat keterangan hilang dari kepolisian, lalu beliau datang ke Polsek Samba untuk membuat surat keterangan laporan kehilangan. Isi surat keterangannya menyatakan kehilangan ijazah karena kerusuhan. Jadi calon kades yang kalah menyebut ini palsu, kenapa yang satunya karena kebanjiran, yang satunya karena kerusuhan,” bebernya.
Wikarya mengatakan, seharusnya surat keterangan hilang tersebut tidak dibuat oleh pihak sekolah. Karena seharusnya yang dibuat oleh pihak sekolah yakni surat keterangan ijazah pengganti. Ini terjadi hanya karena ketidaktahuan pihak sekolah.
”Singkat cerita, berkas ini pada tahap pengajuan keberatan tidak diajukan keberatan, dan itu sudah diatur di dalam Peraturan Bupati. Karena dalam tahapan itu tidak diajukan keberatan, sehingga prosesnya jalan terus sampai ke tahap pemilihan, dan beliau (kliennya) yang menang. Rupanya yang kalah ini keberatan, lalu dicari-carinya kesalahan klien saya,” imbuh Wikarya.
Karena ada perbedaan nama waktu SD Matsali dan setelah lulus SD ganti menjadi Matnoor, Wikarya mengajukan permohonan penetapan di Pengadilan. Oleh karena itu, ia meluruskan bahwa kliennya memang lulusan SD setempat tahun ajaran 1995/1996.
”Itu dapat dibuktikan melalui penetapan Pengadilan Negeri Kasongan nomor 19/Pdt.P/2023/PN Ksn, di mana menetapkan Matsali ini adalah orang yang sama dengan Matnoor, baik itu Bin, tanggal lahir hingga tempat tinggalnya,” jelasnya.
Atas kejadian yang dianggap sudah mengganggu kliennya, pihaknya sudah melaporkan Karmen ke Polres Katingan atas dugaan pencemaran nama baik dan dugaan mencuri data. “Laporan kami ada dua yakni dugaan pencemaran nama baik dan dugaan mencuri data,” jelas Wikarya.
Sementara, Matnoor pun merasa dirugikan akibat hal seperti ini. Yang mana niatnya ingin menjadi kades agar desa yang dipimpinnya semakin maju, merasa terhambat. Padahal dirinya telah bersungguh-sungguh bahkan mengikuti aturan yang berlaku saat pencalonan, dan tidak pernah menggunakan ijazah palsu.
“Saya merasa dirugikan waktu dan lainnya, karena niat saya hanya ingin mengabdi untuk memajukan Desa Batu Badinding, tidak ada segala menggunakan ijazah palsu,” tegasnya.
Penulis : Ardi
Editor : Ika/Zainal