TAMIANG LAYANG, inikalteng.com – Diduga salah dalam menetapkan status sebagai tersangka, Santai Bin Kurman Nyawit selaku terduga kasus pencabulan mengajukan permohonan Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri (PN) Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur (Bartim), untuk mengklarifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka. Adapun termohon dalam Pra Peradilan itu, yakni Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq Kapolri, Cq Kapolda Kalteng, dan Cq Kapolres Bartim.
Pada persidangan pertama di PN Tamiang Layang, Selasa (17/1/2023), yang dipimpin Hakim Tunggal Arief Heryogi, sidang dihadiri Penasihat Hukum Pemohon Royanto G Simajuntak, dan Termohon tim Bidkum Polda Kalteng, KBO Reskrim Polres Barim, dan Penyidik Polres Bartim.
Kepada awak media usai perdiangan, Penasihat Hukum pemohon Royanto G Simajuntak, mengatakan, bahwa para termohon dalam menetapkan tersangka terkait alat bukti Visum et Rapertum, pihak termohon tidak dapat membuktikan.
“Dalam Pra Peradilan kita, Visum et Rapertum tersebut tidak ada. Selain itu dalam tahap awal penyelidikan, pihak termohon belum ada menjunctokan Pasal 6, tetapi saat telah ditetapkan sebagai tersangka dan penahanan, tiba-tiba pasal tersebut ada,” ucapnya.
Dijelaskan, Pemohon dalam klarifikasi perkara menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, dengan dugaan melakukan Tindak Pidana sebagaimana dalam Pasal 6 (a) juncto Pasal 15 ayat (1) huruf c dan huruf g, Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2022, tentang tindak pidana kekerasan seksual juncto Pasal 82 ayat (1) juncto 76 E Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, yang terjadi pada Rabu 25 Mei 2022, sekitar pukul 15.30 WIB, di kantor DPMDSOS Bartim, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : B/59/X/2022/SPKT/POLRES BARITO TIMUR/POLDA KALIMANTAN TENGAH, tanggal 5 Oktober 2022, tentang tindak pidana pencabulan.
Selanjutnya, Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap./14/XI/Res.1.24/2022/Reskrim, tanggal 18 November 2022, dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/17/XI/Res.1.24/2022/Reskrim, tanggal 18 November 2022, serta Surat Pemberitahuan Perpanjangan Penahanan Nomor: B/XII/1.24/2022/Reskrim, tanggal 7 Desember 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum.
Dalam permohonannya, sambung Royanto G Simajuntak, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim PN Tamiang Layang, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon, yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon.
Selanjutnya memerintahkan kepada Termohon, untuk menghentikan penyidikan terhadap Pemohon dalam perkara dugaan tindak pidana, sebagaimana ketentuan Pasal 6 (a) juncto Pasal 15 ayat (1) huruf c dan huruf g Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2022, tentang tindak pidana kekerasan seksual juncto Pasal 82 ayat (1) juncto 76 E Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, serta mengeluarkan Pemohon dari tahanan.
“Permohonan kami lainnya, yakni merehabilitasi nama baik Pemohon disertai dengan memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya. Selain itu menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara Pra Peradilan ini sesuai ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku,” pungkas Royanto G Simajuntak. (ae/red2)
Komentar