JAKARTA – Mengatasi defisit transaksi berjalan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberlakukan transformasi ekonomi. Pemberlakuan transformasi ekonomi itu, merupakan salah satu dari lima visi-misi Presiden di periode kedua pemerintahannya.
“Saya meyakini dengan transformasi ekonomi yang kita kerjakan, saya yakin dalam waktu 3, maksimal 4 tahun akan bisa kita selesaikan yang namanya defisit transaksi berjalan kita,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada acara pembukaan Kompas 100 CEO Forum, di Grand Ballroom, Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Menurutnya, transformasi ekonomi diperlukan karena Indonesia sudah bertahun-tahun ketergantungan terhadap komoditas, baik jumlah maupun harganya. Harga komoditas selalu membayangi ekonomi Indonesia, apabila harganya turun, pasti akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi impor yang besar dalam bidang energi, terutama untuk minyak dan gas, serta impor barang-barang modal dan bahan baku. Selain itu, volatilitas rupiah dan pertumbuhan ekonomi juga akan terpengaruh.
“Oleh sebab itu, ke depan kita memiliki agenda besar, yaitu meningkatkan ekspor dan produk substitusi impor. Dua hal ini menjadi agenda yang berkaitan ekspor dan impor,” ujarnya.
Di samping itu, transformasi ekonomi akan dilakukan pemerintah dengan terus mendorong peningkatan ekspor dan substitusi impor, melalui hilirisasi industri dari sumber daya alam. Karenanya, Presiden tidak mengendaki jika Indonesia masih mengekspor dalam bentuk mentah atau bahan baku.
“Misalnya nikel. Sudah, setop, kita harus pindahkan ke barang-barang setengah jadi atau bahan jadi. Karena hilirisasi dari nikel ini akan menjadi produk-produk yang memiliki nilai tambah yang besar apabila kita ekspor dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi. Target kita barang jadi,” tegasnya.
Bahkan dua atau tiga tahun ke depan, turunan dari nikel bisa diproduksi menjadi lithium baterai. Sebab hilirisasi produk nikel, juga menjadi bagian dari strategi bisnis negara yang sedang dirancang, agar Indonesia bisa menjadi hub besar bagi industri mobil elektrik.
“Kita tahu Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, dan nomor satu di dunia. Strateginya harus kita pakai untuk membangun industri mobil listrik di negara kita,” jelasnya.
Tak tanggung-tanggung, Presiden juga telah mengirim Menteri mendekati industri-industri besar mobil di Jepang, Korea, dan Jerman, dalam rangka mengembangkan lithium baterai. (red)
Komentar