PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Tokoh Masyarakat Adat Dayak Kalteng, Dr Andrie Elia Embang meminta agar seorang pria bernama Edy Mulyadi beserta rekan-rekannya (cs) segera disikapi dengan penegakan hukum oleh pihak Kepolisian, supaya menimbulkan suasana nyaman bagi masyarakat Kalimantan. Karena ujaran yang telah dilontarkan Edy Mulyadi dan diunggahnya ke media sosial (medsos), dalam beberapa hari ini, yang diduga merendahkan martabat masyarakat Kalimantan dinilai sangat melukai norma-norma kehidupan bermasyarakat.
“Edy Mulyadi cs harus segera diproses hukum oleh pihak Kepolisian, supaya masyarakat Kalimantan ini merasa nyaman dan tidak resah,” kata Andrie saat ditemui wartawan di Palangka Raya, Senin (24/1/2022).
Ditegaskan, pernyataan Edy Mulyadi yakni “tempat jin buang anak, genderuwo, kuntilanak, dan monyet”, itu saja menganggap orang Kalimantan ini tidak bisa bermasyarakat, seperti hantu dan binatang saja.
“Secara tatakarama dan norma bangsa Indonesia yang beradab, sangat tidak pantas diucapkan oleh orang yang mengaku intelektual. Saya harap pemerintah melalui aparat kepolisian segera memproses Edy Mulyadi ini secara hukum. Karena jelas telah menistakan masyarakat Kalimantan, bukan hanya suku Dayak tapi semua masyarakat di Kalimantan,” tandasnya.
Terkait klarifikasi Edy Mulyadi mengenai ucapannya “tempat jin buang anak” bahwa itu adalah suatu tempat yang jauh, menurut Andrie, itu pendapatnya saja. Karena tidak ada secara akademis ataupun di kamus manapun yang mengartikan seperti itu. Apalagi dia juga menyebut bahwa Kalimantan hanya dihuni oleh genderuwo dan kuntilanak yang notabene adalah setan atau iblis.
Kemudian, lanjutnya, Edy Mulyadi juga mengiyakan celetukan-celetukan temannya di konten itu yang menyebut “hanya monyet” (yang tinggal di Kalimantan). Itu semua sangat menistakan dan harus diberikan sanksi hukum, termasuk sanksi hukum adat.
“Untuk itu, Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) juga sedang melakukan penelaahan dan akan mempersiapkan Majelis Pengadilan Sidang Adat. Secepatnya ini akan dilakukan, tidak harus menunggu proses hukum formil selesai, tapi bisa dilakukan seiring sejalan. Karena hukum adat itu prinsipnya memberikan rasa kedamaian atau mendinginkan suasana,” terang Andrie. (red1)