PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Workshop yang diselenggarakan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bekerja sama dengan TikTok, bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai keamanan digital bagi remaja. Inisiatif ini dirancang agar meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang risiko dunia maya serta cara melindungi diri secara online, terutama di era ketika teknologi dan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Acara ini berlangsung secara daring melalui Zoom pada Jumat, 31 Januari 2025. Dalam workshop ini, AMSI dan TikTok menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang untuk memberikan perspektif yang menyeluruh mengenai keamanan digital.
Anggini Setiawan, Communication Director TikTok Indonesia, menjelaskan komitmen mereka untuk memberikan fitur-fitur keamanan yang ramah bagi remaja. Sementara itu, Diena Haryana, Founder Sejiwa, serta Andi Muhyiddin dari Republika, menekankan bahwa orang tua, jurnalis, dan pendidikan formal juga harus berperan aktif dalam proses edukasi kepada para remaja saat ini. Semua pihak harus berkolaborasi untuk menciptakan ruang yang nyaman dan aman bagi generasi muda terkhususnya remaja di dunia maya.
Kebijakan dan Fitur Keamanan TikTok
TikTok sebagai salah satu platform media sosial yang paling sering digunakan di kalangan remaja memiliki komitmen yang besar dalam menjaga keamanan penggunanya. Salah satu langkah awal yang diambil oleh TikTok adalah menerapkan kebijakan batas usia untuk penggunanya. Dengan menetapkan batasan usia 14 tahun ke atas, TikTok berusaha melindungi anak-anak dari konten yang mungkin tidak sesuai dengan umur mereka. Kebijakan ini bukan hanya sekadar angka, tetapi menjadi fondasi untuk melindungi remaja dari bahaya yang ada di dunia maya.
“Kami dari pihak Tiktok serius dalam menjaga keamanan agar para remaja merasa aman dan terlindungi di platform ini,” ungkap Anggini.
Selain itu, salah satu aspek terpenting dalam menjaga keamanan digital adalah moderasi konten. Dalam workshop ini, narasumber menjelaskan TikTok akan menghapus konten yang berpotensi melanggar aturan, seperti eksploitasi seksual atau cyberbullying. Proses ini tidak hanya bergantung pada laporan pengguna, tetapi juga melibatkan teknologi yang mampu mendeteksi konten berbahaya secara otomatis. Adapun pembatasan penggunaan pesan langsung akan diaktifkan secara default dari umur 14 hingga 17 tahun sehingga memberikan keamanan yang lebih. Hal ini menunjukkan komitmen TikTok untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi remaja.
Peran Orang Tua dan Sekolah dalam Literasi Digital
Orang tua berperan penting dalam memantau aktivitas anak di dunia maya, dan TikTok menyediakan fitur pengawasan yang efektif. Salah satu pendekatan yang direkomendasikan adalah metode 3S: screen time (mengatur durasi penggunaan), screen break (memberi jeda dari layar), dan screen zone (menentukan area penggunaan perangkat).
“Untuk para orang tua, kami sarankan selalu memberikan pemahaman tentang screen time agar anak-anak dapat menggunakan media sosial dengan bijak,” ujar Diena Haryana.
Sekolah juga memiliki peran strategis sebagai tempat pertama dalam pembentukan karakter dan pendidikan siswa. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk memasukkan materi literasi digital ke dalam kurikulum mereka. Dengan pemahaman yang baik tentang penggunaan media digital, siswa diharapkan menjadi lebih kritis dalam menyerap informasi.
Edukasi tentang keamanan digital sebaiknya tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis. Misalnya, melalui simulasi atau workshop yang melibatkan diskusi tentang situasi nyata yang mungkin dihadapi siswa di dunia maya. Langkah ini tidak hanya memperluas wawasan, tetapi juga memperkuat kemampuan siswa dalam menghadapi tantangan digital.
Peran Media dalam Mengedukasi Keamanan Digital
Pihak Media juga memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan informasi dan edukasi mengenai keamanan digital dalam bentuk konten atau artikel. Sebagai sumber informasi, media harus mampu menyampaikan berita dan konten dengan cara yang bertanggung jawab. Ini termasuk memperhatikan dampak dari konten yang dipublikasikan, terutama konten yang berhubungan dengan para remaja. Misalnya, saat meliput kasus-kasus cyberbullying, media harus peka terhadap privasi dan keamanan individu yang terlibat.
“Masalahnya karena mereka menganggap media sosial sebagai ruang aman untuk mengekspresikan segala sesuatu gitu termasuk saat sedih, sakit hati, ataupun marah. Oleh karena itu, literasi digital sangat penting agar mereka lebih bijak dalam berinternet,” ujar Andi.
Berita yang edukatif dapat membantu masyarakat terkhususnya remaja memahami isu-isu terkait keamanan digital dan dapat mengekspresikan diri mereka dengan lebih baik. Dengan demikian, media bukan hanya sebagai penyampai berita, tetapi juga sebagai agen perubahan yang berkontribusi dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman.
Tidak hanya itu, media sebagai pilar demokrasi memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keselamatan publik. Dalam konteks keamanan digital, wartawan harus berhati-hati dalam menyajikan konten yang melibatkan remaja. Perlindungan terhadap privasi dan keamanan remaja harus menjadi prioritas utama dalam setiap pemberitaan.
Editor : Emuna