PALANGKA RAYA, inikalteng.com – Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rachmad Pribadi, mengungkapkan bahwa alokasi pupuk subsidi masih belum memenuhi kebutuhan petani. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR RI. Berdasarkan data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) 2025, sebanyak 14,74 juta petani membutuhkan pupuk untuk lahan seluas 25,25 juta hektare dengan kebutuhan mencapai 14,5 juta ton. Namun, alokasi yang ditetapkan pemerintah hanya 9,55 juta ton, menyisakan selisih 4,95 juta ton.
Fluktuasi Alokasi Pupuk
Rachmad menjelaskan bahwa alokasi pupuk bersubsidi sempat menurun pada 2022 dan 2023 karena penghapusan pupuk ZA dan SP-36 dari daftar subsidi. Sejak 2024, alokasi ditetapkan sebesar 9,55 juta ton yang mencakup pupuk urea, NPK, dan organik. Namun, realisasi penyaluran pada 2024 hanya mencapai 7,3 juta ton akibat keterlambatan penerbitan Surat Keputusan (SK) gubernur dan bupati, yang baru terbit pada Juni 2024, melewati musim tanam utama.
Meskipun realisasi lebih rendah dari alokasi, penyaluran pupuk oleh Pupuk Indonesia justru melebihi kontrak dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Dari kontrak sebesar 7,29 juta ton, Pupuk Indonesia menyalurkan 7,3 juta ton (100,7% dari kontrak). Hal ini dilakukan atas pertimbangan kebutuhan petani yang meningkat.
Persoalan Penyaluran Pupuk Subsidi
Rachmad mengidentifikasi empat masalah utama dalam penyaluran pupuk bersubsidi:
- Data Petani Tidak Akurat: Sekitar 3 juta petani tidak menebus pupuk subsidi pada 2024. Pemerintah kini memperbaiki sistem dengan memperbarui data RDKK setiap empat bulan dan mengaudit penerima subsidi.
- Pengurangan Komoditas Subsidi: Sejak 2022, jumlah komoditas yang disubsidi berkurang dari 70 menjadi hanya 9 komoditas. Perubahan ini memerlukan sosialisasi yang intensif kepada petani.
- Kesalahpahaman Harga Eceran Tertinggi (HET): Banyak petani salah memahami bahwa HET adalah harga di tingkat petani, padahal HET ditetapkan di tingkat kios. Pupuk Indonesia terus melakukan sosialisasi terkait hal ini.
- Lemahnya Pengawasan: Tidak adanya anggaran untuk Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) menyulitkan pengawasan. Namun, Pupuk Indonesia bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dan telah menindak tujuh distributor yang melanggar aturan.
Harapan Dukungan DPR
Rachmad berharap Komisi IV DPR RI dapat mendukung percepatan sosialisasi aturan terkait HET dan kebijakan pupuk subsidi agar petani tidak bingung dengan kebijakan yang diterapkan. Selain itu, Pupuk Indonesia berharap pemerintah dapat memastikan pembayaran atas penyaluran pupuk yang melebihi kontrak setelah diaudit oleh BPK.